Header Ads

Pelayanan Bimbingan Konseling Di lembaga Pendidikan dan Masyarakat

A.      Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah/Madrasah
Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum, undang-undang atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
 Layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah sangat dibutuhkan, karena banyaknya masalah peserta didik di Sekolah/Madrasah, besarnya kebutuhan peserta didik akan pengarahan diri dalam memilih dan mengambil keputusan, perlunya aturan yang memayungi layanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, serta perbaikan tata kerja baik dalam aspek ketenagaan maupun manajemen.
Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian sejak Kurikulum 1994 hingga sekarang berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan wacana sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan.
Pelayanan bimbingan konseling di Sekolah merupakan kegiatan yang sistematis, terarah dan berkelanjutan. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling harus selalu memperhatikan karakteristik tujuan pendidikan, kurikulum, dan peserta didik. (Hallen. A, 2002: 77)
Menurut Kusuma Ningsih (2009), secara formal terdapat empat bidang yang menjadi ruang lingkup garapan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks pesekolahan saat ini, yaitu:
  1. Bidang pelayanan kehidupan pribadi;
Membantu individu menilai kecakapan, minat, bakat, dan karakteristik kepribadian diri sendiri untuk mengembangkan diri secara realistik.
  1. Bidang pelayanan kehidupan sosial;
Membantu individu menilai dan mencari alternatif hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya atau dengan lingkungan sosial yang lebih luas.
  1. Bidang pelayanan kegiatan belajar;
Membantu individu dalam kegiatan dalam rangka mengikuti jenjang dan jalur pendidikan tertentu dan/atau dalam rangka menguasai kecakapan atau keterampilan tertentu.
  1. Bidang pelayanaan perencanaan dan pengembangan karier;
Membantu individu dalam mencari dan menetapkan pilihan serta mengambil keputusan berkenaan dengan karier tertentu, baik karier di masa depan maupun karier yang sedang dijalaninya.
Sedangkan dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional saat ini terdapat tujuh jenis layanan.
1.    Layanan Orientasi
Layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.
2.    Layanan Informasi
Layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.
3.    Layanan Pembelajaran
Layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai materi belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.
4.    Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.
5.    Layanan Konseling Perorangan
Layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
6.    Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan pengembangan
7.    Layanan Konseling Kelompok
Layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
Menurut Pakde Sofa (2008), agar memudahkan melakukan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, hendaknya perlu diketahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam memberikan layanan Bimbingan Konseling kepada siswa terutama kepada siswa yang mempunyai masalah. Adapun langkah-langkah tersebut meliputi:
1.      Identifikasi Masalah
Pada langkah ini yang harus diperhatikan guru adalah mengenal gejala-gejala awal dari suatu masalah yang dihadapi siswa. Maksud dari gejala awal disini adalah apabila siswa menujukkan tingkah laku berbeda atau menyimpang dari biasanya. Untuk mengetahui gejala awal tidaklah mudah, karena harus dilakukan secara teliti dan hati-hati dengan memperhatikan gejala-gejala yang nampak, kemudian dianalisis dan selanjutnya dievaluasi. 
2.      Diagnosis
Pada langkah diagnosis yang dilakukan adalah menetapkan ” masalah ” berdasarkan analisis latar belakang yang menjadi penyebab timbulnya masalah. Dalam langkah ini dilakukan kegiatan pengumpulan data mengenai berbagai hal yang menjadi latar belakang atau yang melatarbelakangi gejala yang muncul. Pengumpulan informasi dari berbagai pihak, yaitu dari orang tua, teman dekat, guru dan juga siswa itu sendiri. Dari informasi yang terkumpul, kemudian dilakukan analisis maupun sistesis dan dilanjutkan dengan menelaah keterkaitan informasi latar belakang dengan gejala yang nampak. 
3.    Prognosis
Langkah prognosis ini pembimbing menetapkan alternatif tindakan bantuan yang akan diberikan setelah mengetahui latar belakang masalah. Dalam menetapkan prognosis, pembimbing perlu memperhatikan:
a.         Pendekatan yang akan diberikan dilakukan secara perorangan atau kelompok;
b.         Siapa yang akan memberikan bantuan, apakah guru, konselor, dokter atau individu lain yang lebih ahli;
c.         Kapan bantuan akan dilaksanakan, atau hal-hal apa yang perlu dipertimbangkan.

Apabila dalam memberi bimbingan guru mengalami kendala, yaitu tidak bisa diselesaikan karena terlalu sulit atau tidak bisa ditangani oleh pembimbing, maka penanganan kasus tersebut perlu dialihkan penyelesainnya kepada orang yang lebih berwenang, seperti dokter, psikiater atau lembaga lainnya. Layanan pemindahtanganan karena masalahnya tidak mampu diselesaikan oleh pembimbing tersebut dinamakan dengan layanan referal.  
4.    Pemberian Bantuan
Setelah guru merencanakan pemberian bantuan, maka dilanjutkan dengan merealisasikan langkah-langkah alternatif bentuk bantuan berdasarakn masalah dan latar belakang yang menjadi penyebanya. Langkah pemberian bantuan ini dilaksanakan dengan berbagai pendekatan dan teknik pemberian bantuan. Pemberian bantuan secara individual, pada tahap awal diadakan pendekatan secara pribadi, pembimbing mengajak siswa yang bermasalah menceritakan masalahnya, mungkin pada awalnya siswa tersebut akan sangat sulit menceritakan masalahnya, karena masih memiliki perasaan takut atau tidak percaya terhadap pembimbing. Dalam hal ini pembimbing dituntut kesabarannya untuk bisa membuka hati siswa tersebut agar mau menceritakan masalahnya, dan menyakinkan bahwa masalahnya tidak akan diceritakan pada orang lain serta akan dibantu menyelesaikannya. Pemberian bantuan ini dilakukan tidak hanya sekali atau dua kali pertemuan saja, tetapi perlu waktu yang berulang-ulang dan dengan jadwal dan sifat pertemuan yang tidak terikat,  sehingga siswa yang mempunyai masalah mempunyai waktu untuk menceritakan masalahnya dan bersedia diberikan bantuan. Oleh sebab itu seorang pembimbing harus dapat menumbuhkan transferensi yang positif dimana klien mau memproyeksikan perasaan ketergantungannya kepada pembimbing (konselor).
5.    Evaluasi dan Tindak Lanjut
Setelah pembimbing dan klien melakukan beberapa kali pertemuan, dan mengumpulkan data dari beberapa individu, maka langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi dan tindak lanjut. Evaluasi dapat dilakukan selama proses pemberian bantuan berlangsung sampai pada akhir pemberian bantuan. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, seperti melalui wawancara, angket, observasi diskusi, dokumentasi dan sebagainya. Pembimbing mengadakan evaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana upaya pemberian bantuan telah dilaksanakan dan bagaimana hasil dari pemberian bantuan tersebut, bagaimana ketepatan pelaksanaan yang telah diberikan. Dari evaluasi tersebut dapat diambil langkah-langkah selanjutnya; apabila pemberian bantuan kurang berhasil, maka pembimbing dapat merubah tindakan atau mengembangkan bantuan kedalam bentuk yang berbeda.

B.       Layanan Bimbingan Konseling di Masyarakat
Sejalan dengan dinamika kehidupan, kebutuhan akan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada lingkungan persekolahan, saat ini sedang dikembangkan pula pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting yang lebih luas, seperti dalam keluarga, bisnis dan masyarakat luas lainnya, yang kesemuanya itu membawa konsekuensi tersendiri bagi untuk kepentingan tersebut. (KusumaNingsih, http://oc.upi.edu/index. php?option=com_content&view=article&id=120:bimbingan-dan-konseling&catid=65:ilmu-pendidikan&Itemid=114)
Dalam makalah ini kami paparkan bimbingan konseling dalam lingkungan keluarga. Sebagaimana telah disinggung di atas, tentang perluasan kawasan bimbingan dan konseling yang mencakup kehidupan yang lebih luas. Saat ini sedang dikembangkan   bidang baru yaitu bidang pelayanan kehidupan berkeluarga untuk membantu individu dalam mencari dan menetapkan serta mengambil keputusan berkenaan dengan rencana perkawinan dan/atau kehidupan berkeluarga yang dijalaninya.
Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 245) keluarga merupakan satuan persekutuan hidup yang paling mendasar dan merupakan pangkal kehidupan bermasyarakat.  Oleh karena itu  bimbingan konseling juga harus diterapkan atau dilakukan pada keluarga.
Bimbingan konseling dalam keluarga ini juga luas cakupannya. Namun pada makalah ini kami batasi hanya dilakukan oleh orang tua sebagai pendidik kepada anaknya. Peran orang tua sebagai pendidik bagi anak-anaknya adalah suatu keharusan dan mesti dilakukan orang tua kepada anak-anaknya, karena menurut Drost (1999: 22-29) anak-anak sangat membutuhkan beberapa hal berikut ini.
             1.     Mencintai dan Dicintai
Mencintai dan dicintai adalah kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Itu berarti secara konkrit orang tua harus terbuka kepada anaknya agar dapat mengenalinya. Yang tidak dikenal mustahil dicintai.
             2.     Perlindungan hingga merasa aman dan kerasan
Percaya mempercayai adalah syarat mutlak menciptakan suasana aman, yaitu suasana keterbukaan yang memberikan kesempatan kepada anak untuk ikut berbagi kebahagiaan, keberhasilan, juga kegagalan dan keprihatinan dari keluarga.
             3.     Bimbingan
Bimbingan berarti orang tua harus menerima kemampuan anak apa adanya. Supaya kemampuan anak berkembang, orang tua harus menciptakan ruang lingkup yang menggairahkan dan merangsang. Kemudian yang perlu dihindari adalah segala hal yang menekan. Kemampuan anak harus dikembangkan, bukan cita-cita orang tua yang dipaksakan kepada anak. Anak bukan manusia dewasa kecil yang perlu dibesarkan melainkan anak yang harus didewasakan. Jadi bimbingan harus tegas, namun sabar dan penuh pengertian. Bimbingan harus didasarkan atas kepercayaan kepada anak, bukan kecurigaan. Bimbingan orang tua harus menyesuaikan diri dengan keadaan nyata si anak yang dibimbingnya.
             4.     Diakui
Artinya orang tua harus menghargai pribadi anak. Meskipun anak masih tergantung pada orang tua, ia harus diperlakukan sebagi pribadi yang dihargai hak-haknya.
             5.     Disiplin Anak adalah manusia yang didewasakan.
Sesuai dengan umurnya sedikit demi sedikit ia harus diajari dan dibiasakan hidup sebagai makhluk sosial. Ia harus bergaul dengan orang lain/sesamanya. Ia harus belajar bahwa pergaulan berarti ada aturan permainan. Ada batas-batas pada perilakunya. Semau gue tidak mungkin enjadi pola hidupnya. Orang tua harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya alam hal disiplin. Apabila anak melihat ayah dan ibunya orang yang tahu disiplin, ia akan menerima bahwa kepadanya dituntut disiplin juga.
             6.     Menerapkan Pola Didikan Demokrasi.
Dalam pola pendidikan ini anak diberi kesempatan untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapi, mengungkapkan perasaan, dan diajak berdiskusi. Peran orang tua di sini adalah mengarahkan dan membimbing anaknya agar anaknya tidak berperilaku menyimpang dari aturan yang ada.
             7.     Bersikap Adil Terhadap Anak-Anaknya.
Orang tua harus bersikap adil kepada anak-anaknya. Dalam hal ini orang tua harus memperlakukan anak-anaknya sama, tidak pilih kasih, dan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain. Perlakuan yang tidak adil dapat membuat anak tidak betah tinggal di rumah, kurang akrab dengan orang tua, sehingga hubungan antara anak dengan orang tua dapat terganggu.
Dari pendapat di atas berkaitan dengan layanan bimbingan konseling dalam keluarga, hendaknya mengacu kepada tujuh kebutuhan anak tersebut. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan bimbingan konseling pada anak dalam keluarga akan terarah sesuai dengan kebutuhan anak.
Selain itu, menurut Sjarkawi (2006: 78) bahwa pembentukan kepribadian anak juga harus berlandas kepada tiga prinsip dasar, yaitu prinsip kemerdekaan, prinsip kesamaan, dan saling terima (liberty, equality, dan reciprocity). Artinya apapun yang dipikirkan dan akan dilakukan oleh orang tua di rumah dalam interaksi dan komunikasinya harus dapat dikembalikan pada nilai-nilai kemerdekaan, kesamaan, dan saling terima.
Sehubungan prinsip yang telah ditawarkan oleh Sjarkawi tersebut adalah landasan dalam membentuk kepribadian anak, maka dengan demikian juga dapat dijadikan landasan dalam pelayanan bimbingan konseling kepada anak (keluarga). Bimbingan konseling berupa pemberian layanan akan kemerdekaan, kesamaan dan saling terima terhadap anak dapat membantu proses perkembangan kepribadian anak.

C.      Kesimpulan
Pada dasarnya bimbingan konseling adalah sebuah upaya untuk memberikan pemahaman diri sendiri, penyesuain hidup, perkembangan dan kemandirian klien.  Layanan bimbingan konseling di sekolah/madrasah dapat dilakukan berupa pengenalan terhadap lingkungan baru (sekolah), termasuklah penyesuain diri terhadap teman baru, kegiatan belajar, dan pengenalan aktivitas sebagai seorang pelajar di sekolah/madrasah, serta pemberian bantuan dalam menyelasaikan masalah peserta didik. Hal ini dilakukan oleh guru BK pada sekolah yang bersangkutan.
Sedangkan di dalam keluarga, layanan bimbingan konseling lebih khusus dilakukan oleh orang tua berupa pemberian kemerdekaan, kesamaan dan saling terima kepada peserta didik (anak) dengan mengacu kepada kebutuhan anak terhadap orang tua.


DAFTAR PUSTAKA

J. Drost, SJ. 1999. Proses Pembelajaran Sebagai Proses Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Hallen. A. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Press.

Prayitno, dkk. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Sjarkawi. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Kusuma Ningsih. 2009. Bimbingan dan Konseling. Dalam http://oc. upi.edu/index.php?option=com_content&view=article&id=120:bimbingan-dan-konseling&catid=65: ilmu-pendidikan&Itemid=114. Didownload pada 12 November 2009.

Pakde Sofa. 2008. Langkah-langkah dalam Memberikan Bimbingan Konseling di Sekolah.Dalam http://massofa.wordpress.com/2008/10/30/langkah-langkah-dalam-memberikan-bimbingan-konseling-di-sekolah/. Didownload pada 12 November 2009.

www.a741k.web44.net/BIMBINGAN%20DAN%20KONSELING. Didownload pada 12 November 2009.
Comments
0 Comments

No comments

Budayakan terima kasih dan mengisi komentar! Atau sekedar review? Silahkan tinggalkan komentar, review maupun request anda!

Powered by Blogger.