Landasan Konseling
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada
hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan
khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan
bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan
kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan
tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah
atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling,
apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan
kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang
menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik,
berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek
pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu
landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan
ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan
dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut :
1.
Landasan Filosofis[1]
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat
memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan
setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan
secara logis, etis maupun estetis. Landasan filosofis dalam bimbingan dan
konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas
pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban
atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari
berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan
filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap
upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang
manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus
mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan
berbagai dimensinya.
2.
Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi
sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa
kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif
dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d)
belajar; dan (e) kepribadian.
a.
Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang
menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari
oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti :
rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari
hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan
tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan
dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari
luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau
aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b.
Pembawaan dan
Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan
faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan
yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari
keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit,
golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu.
Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk
mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu
berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada
individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan
rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau
bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan
lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan
sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang
dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup
dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana
yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak
dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
c.
Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh
dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal)
hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik,
bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Dalam menjalankan
tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu
yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa
depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
d.
Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat
mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang
tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar
manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan
belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang
sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan
pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses
belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang
dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
e.
Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum
menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam
suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S.
Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang
kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya
dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap.
Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri
individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003)
mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang
bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan
dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma)
lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas
perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu
lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya,
misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan
afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan
kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
3.
Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang
individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia
hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan
pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di
sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan
tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi
dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan
timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan
dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi
interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan
klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno
(2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan
bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai;
dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak
yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun
sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak
belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau
golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang
biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat
menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan
reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki
lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg
berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture
shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus
berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat
terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di
Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan
konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan
multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia.
Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal
ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling
hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata
mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
4.
Landasan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan
profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori
maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara
logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan,
wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris
yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan
ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan
bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran,
pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno,
2003).
Sejalan
dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer,
sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan
dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak
memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling
pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan
teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya
(klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga
dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk
“cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi
komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi
dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini,
maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana
dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang
ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan
teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran
kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan
dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003)
memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan
paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
5.
Landasan
Pedagogis
Landasan
paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi,
yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan
merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti
proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti
tujuan layanan bimbingan dan konseling.
6.
Landasan
Religius
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan
konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk
Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia
berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang
memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan
perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan
yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006)
bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan
konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa
Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak
memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini
sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan
nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya
bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
7.
Landasan
Uridis-Formal
Landasan
yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku
di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber
dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Amti, Erman dan Prayitno. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta :
PT
Rineka Cipta
http://rmfatihah.blogspot.com/2009/02/fungsi-prinsip-dan-asas-bimbingan-dan.html.
Didownload pada 17 Oktober 2009
http://warnadunia.com/landasan-bimbingan-dan-konseling/Landasan
Bimbingan dan Konseling. Didownload pada 17 Oktober 2009
http://www.psb-psma.org/content/blog/landasan-bimbingan-dan-konseling.
Didownload pada 17 Oktober 2009
[1] AkhmadSudrajat.
2009. Dalam http://www.psb-psma.org/content/blog/landasan-bimbingan-dan-konseling,
Di
download pada 17 Oktober 2009