Pendekatan Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif (Perbedaan Paradigma)
Pendekatan kuantitatif
merupakan salah satu pendekatan yang ada dalam ilmu sosiologi. Pendekatan ini
menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel
penelitiannya. Keketatan pendekatan ini sudah terlihat dari asumsi dasar
penelitian kuantitatif. Pembahasan asumsi dasar yang dipakai dalam penelitian
kuantitatif, yaitu ontologi (hakikat dasar gejala sosial), epistemologi
(hakikat dasar ilmu pengetahuan), hakikat dasar manusia, serta aksiologi
(tujuan dilakukannya suatu penelitian).(http://massofa.wordpress.com/2008/09/18/pendekatan-kuantitatif/)
Jika kita menggunakan pendekatan
kualitatif, maka dasar teori sebagai pijakan ialah adanya interaksi simbolik
dari suatu gejala dengan gejala lain yang ditafsir berdasarkan pada budaya yang
bersangkutan dengan cara mencari makna semantis universal dari gejala yang
sedang diteliti. Pada mulanya teori-teori kualitatif muncul dari
penelitian-penelitian antropologi , etnologi, serta aliran fenomenologi dan aliran
idealisme. Karena teori-teori ini bersifat umum dan terbuka maka ilmu social
lainnya mengadopsi sebagai sarana penelitiannya. Pendekatan kualitatif
menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam
konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut, mementingkan pada
proses dibandingkan dengan hasil akhir; oleh karena itu urut-urutan kegiatan
dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang
ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
praktis.(http://js.unikom.ac.id/kualitatif/beda.html)
A.
Pengertian Paradigma
Istilah
paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962), dan kemudian dipopulerkan oleh Robert
Friedrichs (1970). Menurut Kuhn, paradigma adalah cara mengetahui realitas
sosial yang dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry
tertentu, yang kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik. Definisi tersebut dipertegas oleh
Friedrichs, sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu
tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Pengertian
lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980), dengan menyatakan paradigma sebagai
pandangan yang mendasar dari para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang/disiplin ilmu
pengetahuan.(http://polres.multiply.com/journal/item/9)
Ada pernyataan
dari Egon G. Guba yang cukup menarik untuk ditanggapi di sini, yaitu bahwa “A
paradigm may be viewed as set of basic beliefs (or metaphisies) that deals with
ultimetes or principles. Keyakinan itu, menurut Guba, merepresentasikan
pandangan dunia tentang hakikat sesuatu, serta merupakan dasar di dalam nurani
dimana ia diterima dengan penuh kepercayaan. Sesuatu yang diyakini kebenarannya
tanpa didahului penelitian sistematis, dalam filsafat ilmu, disebut dengan
aksioma atau asumsi dasar. Keyakinan (beliefs), aksioma atau asumsi
dasar tersebut menempati posisi penting dalam menentukan skema konseptual
penelitian, ia merupakan dasar permulaan yang melandasi semua proses dan
kegiatan penelitian.
Berkait dengan
proposisi di atas, penelitian kuantitatif dan kualitatif memiliki perbedaan
paradigma yang amat mendasar. Penelitian kuantitatif dibangun berlandaskan
paradigma positivisme dari August Comte (1798-1857), sedangkan penelitian
kualitatif dibangun berlandaskan paradigma fenomenologis dari Edmund Husserl
(1859-1926).
B.
Paradigma Penelitian Kuantitatif
Paradigma kuantitatif
merupakan satu pendekatan penelitian yang dibangun berdasarkan filsafat
positivisme. Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur
metafisik dan teologik dari realitas sosial. Karena penolakannya terhadap unsur
metafisis dan teologis, positivisme kadang-kadang dianggap sebagai sebuah
varian dari Materialisme (bila yang terakhir ini dikontraskan dengan Idealisme).
Dalam penelitian
kuantitatif diyakini, bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang
valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal
dan didasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap lewat
pancaindera untuk kemudian diolah oleh nalar (reason). Secara epistemologis, dalam penelitian
kuantitatif diterima suatu paradigma, bahwa sumber pengetahuan paling utama
adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan lebih khusus lagi hal-hal yang
dapat ditangkap pancaindera (exposed to sensory experience). Hal ini
sekaligus mengindikasikan, bahwa secara ontologis, obyek studi penelitian
kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena
(general relations between phenomena). Yang dimaksud dengan
fenomena di sini adalah sejalan dengan prinsip sensory experience yang
terbatas pada external appearance given in sense perception saja. Karena
pengetahuan itu bersumber dari fakta yang diperoleh melalui pancaindera, maka
ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi.
Bagaimana pandangan
penganut kuantitatif tentang fakta? Dalam penelitian kuantitatif diyakini
sejumlah asumsi sebagai dasar otologisnya dalam melihat fakta atau gejala.
Asumsi-asumsi dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Obyek-obyek tertentu
mempunyai keserupaan satu sama lain, baik bentuk, struktur, sifat maupun
dimensi lainnya;
2. Suatu benda atau keadaan
tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu;
3. Suatu gejala bukan
merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, melainkan merupakan akibat
dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Jadi diyakini adanya
determinisme atau proses sebab-akibat (causalitas). Dalam kaitannya dengan poin
terakhir, lebih jauh Russel Keat & John Urry, seperti dikutip oleh
Tomagola, mengemukakan bahwa setiap individual event/case tidak
mempunyai eksistensi sendiri yang lepas terpisah dari kendali empirical
regularities. Tiap individual event/case hanyalah manifestasi atau
contoh dari adanya suatu empirical regularities.
Sejalan dengan
penjelasan di atas, secara epistemologi, paradigma kuantitatif berpandangan
bahwa sumber ilmu itu terdiri dari dua, yaitu pemikiran rasional data empiris.
Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada koherensi dan korespondensi. Koheren
besarti sesuai dengan teori-teori terdahulu, serta korespondens berarti sesuai
dengan kenyataan empiris. Kerangka pengembangan ilmu itu dimulai dari proses
perumusan hipotesis yang deduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya
melalui verifikasi untuk diproses lebih lanjut secara induktif menuju perumusan
teori baru. Jadi, secara epistemologis, pengembangan ilmu itu berputar
mengikuti siklus; logico, hypothetico, verifikatif.
Dalam metode
kuantitatif, dianut suatu paradigma bahwa dalam setiap event/peristiwa sosial
mengandung elemen-elemen tertentu yang berbeda-beda dan dapat berubah.
Elemen-elemen dimaksud disebut dengan variabel. Variabel dari setiap even/case,
baik yang melekat padanya maupun yang mempengaruhi/dipengaruhinya, cukup
banyak, karena itu tidak mungkin menangkap seluruh variabel itu secara
keseluruhan. Atas dasar itu, dalam penelitian kuantitatif ditekankan agar obyek
penelitian diarahkan pada variabel-variabel tertentu saja yang dinilai paling
relevan. Jadi, di sini paradigma kuantitatif cenderung pada pendekatan
partikularistis.
Lebih khusus mengenai
metode analisis dan prinsip pengambilan kesimpulan, Julia Brannen, ketika
menjelaskan paradigma kuantitatif dan kualitatif, mengungkap paradigma
penelitian kuantitaif dari dua aspek penting, yaitu: bahwa penelitian
kuantitatif menggunakan enumerative induction dan cenderung membuat
generalisasi (generalization). Penekanan analisis data dari pendekatan enumerative
induction adalah perhitungan secara kuantitatif, mulai dari frekuensi
sampai analisa statistik. Selanjutnya pada dasarnya generalisasi adalah
pemberlakuan hasil temuan dari sampel terhadap semua populasi, tetapi karena
dalam paradigma kuantitatif terdapat asumsi mengenai adanya “keserupaan”
antara obyek-obyek tertentu, maka generalisasi juga dapat didefinisikan sebagai
universalisasi.
C.
Paradigma Penelitian Kualitatif
Penelitian
kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang menempatkan manusia
sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini
berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan
kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat
humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi
manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala sosial. Dalam
pandangan Weber, tingkah laku manusia yang tampak merupakan
konsekwensi-konsekwensi dari sejumlah pandangan atau doktrin yang hidup di
kepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah pengertian, batasan-batasan, atau
kompleksitas makna yang hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah
laku yang terkspresi secara eksplisit.
Terdapat
sejumlah aliran filsafat yang mendasari penelitian kualitatif, seperti
Fenomenologi, Interaksionisme simbolik, dan Etnometodologi. Harus diakui bahwa
aliran-aliran tersebut memiliki perbedaan-perbedaan, namun demikian ada satu
benang merah yang mempertemuan mereka, yaitu pandangan yang sama tentang
hakikat manusia sebagai subyek yang mempunyai kebebasan menentukan pilihan atas
dasar sistem makna yang membudaya dalam diri masing-masing pelaku.
Bertolak dari
proposisi di atas, secara ontologis, paradigma kualitatif berpandangan bahwa
fenomena sosial, budaya dan tingkah laku manusia tidak cukup dengan merekam
hal-hal yang tampak secara nyata, melainkan juga harus mencermati secara
keseluruhan dalam totalitas konteksnya. Sebab tingkah laku (sebagai fakta)
tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan begitu saja dari setiap konteks yang
melatarbelakanginya, serta tidak dapat disederhanakan ke dalam hukum-hukum
tunggal yang deterministik dan bebas konteks.
Dalam
Interaksionisme simbolis, sebagai salah satu rujukan penelitian kualitatif,
lebih dipertegas lagi tentang batasan tingkah laku manusia sebagai obyek studi.
Di sini ditekankankan perspektif pandangan sosio-psikologis, yang sasaran
utamanya adalah pada individu ‘dengan kepribadian diri pribadi’ dan pada
interaksi antara pendapat intern dan emosi seseorang dengan tingkah laku sosialnya.
Paradigma
kualitatif meyakini bahwa di dalam masyarakat terdapat keteraturan. Keteraturan
itu terbentuk secara natural, karena itu tugas peneliti adalah menemukan
keteraturan itu, bukan menciptakan atau membuat sendiri batasan-batasannya
berdasarkan teori yang ada. Atas dasar itu, pada hakikatnya penelitian
kualitatif adalah satu kegiatan sistematis untuk menemukan teori dari kancah –
bukan untuk menguji teori atau hipotesis. Karenanya, secara epistemologis,
paradigma kualitatif tetap mengakui fakta empiris sebagai sumber pengetahuan
tetapi tidak menggunakan teori yang ada sebagai bahan dasar untuk melakukan
verifikasi.
Dalam penelitian kualitatif, ‘proses’
penelitian merupakan sesuatu yang lebih penting dibanding dengan ‘hasil’ yang
diperoleh. Karena itu peneliti sebagai instrumen pengumpul data merupakan satu
prinsip utama. Hanya dengan keterlibatan peneliti alam proses pengumpulan
datalah hasil penelitian dapat dipertanggungjawakan.
Khusus dalam
proses analisis dan pengambilan kesimpulan, paradigma kualitatif menggunakan
induksi analitis (analytic induction) dan ekstrapolasi (extrpolation).
Induksi analitis adalah satu pendekatan pengolahan data ke dalam konsep-konsep
dan kateori-kategori (bukan frekuensi). Jadi simbol-simbol yang digunakan tidak
dalam bentuk numerik, melainkan dalam bentuk deskripsi, yang ditempuh dengan
cara merubah data ke formulasi. Sedangkan ekstrapolasi adalah suatu cara
pengambilan kesimpulan yang dilakukan simultan pada saat proses induksi
analitis dan dilakukan secara bertahap dari satu kasus ke kasus lainnya,
kemudian –dari proses analisis itu--dirumuskan suatu pernyataan teoritis.
Sumber:
Jonathan
Sarwono. Perbedaan Dasar Antara Pendekatan Kualitatif
dan kuantitatif. Dalam http://js.unikom.ac.id/kualitatif/beda.html. Didownload pada 19 Desember 2009.
Pakde Sofa. 2008. Pendekatan Kuantitatif. Dalam http://massofa.wordpress.
com/2008/09/18/pendekatan-kuantitatif/. Didownload pada 19 Desember 2009.
Parluhutan Siregar.2008. Paradigma Penelitian
Kuantitatif dan kualitatif. Dalam http://polres.multiply.com/journal/item/9.
didownload pada 19 Desember 2009.
TUGAS
RESUME
Nama :
JUNAIDI
NIM :
1071108697
Kelas :
V.B Tarbiyah / PAI
Mata Kuliah :
Metodologi Penelitian
Tanggal :
23 Desember 2009