Anggota DPRD kalbar : Madrasah Ibtidaiyah Desa Serunai Sambas Lebih Mirip Kandang Ternak
ZonaPendidikan-
Bangunan madrasah ibtidaiyah desa serunai kecamatan salatiga kabupaten sambas
bisa dikatan tak pantas disebut sekolah itu hanya berdinding papan. Dindingnya juga
tidak cukup tinggi menutp seluruh bangunan, yang tingginya mencapai 3,5 meter. Tinggi
dinding papannya, diperkirakan hanya 1,50 meter saja. Hanya cukup setengah
bangunan utuhnya. Cuma bisa menutupi tinggi anak-anak murid. Untuk orang dewasa
akan terlihat bagian kepalanya saja.
Jumlah
kelasnya juga sedikit. Hanya terdiri dari dua ruangan saja.ukurannya juga tidak
sperti bangunan sekolah pada umumnya, yakni hanya 6 x7 meter. Dua ruanga kelas
tersebut selain berfungsi menjadi tempat belajar mengajar 11 murid, juga
aktivitas perkantoran guru yang mengajar.
Selain
itu, dinding papan sekolah juga sudah uzur dimakan usia. Dindingnya banyak
bertanggalan karena dimakan usia. Tidak pernah ada warna cat baru. Hanya terlihat
dinding bangunannya bolong dimakan rayap. Yang mirisnya ternyata sekolah itu
tidak berlantai. Yang nampak hanya tanah hitam eski ada tanah kuning dan
batu-batuan kecil. Tanaha kuning dan sedikit batu tersebut merupakan sumbangan
warga sekitar.
Samsudi,
tenaga honorer, pengajar, sekaligus kepala sekolah tak menolak sekolahnya
disebut bangunan tak layak disebut tak
layak sekolah.” Emang begitu kenyataannya. Mudah-mudahan ada bantuan, ujarnya.
Selain
tanapa dinding papan dan lantai, meja kuri dan bangku madrasah juga terlihat
rusak dan uzur. Di dalam bangunannya saja, hanya terlihat 1 atau 2 meja kursi
saja. Meja kursi tersebut menjadi saksi tempat murid an uru menlis. Tak ada
perbedaan kursi dan meja guru, ukuran sama saja.
Sementara
itu dinding papan tulis yang biasanya berwarna hitam pekat juga kelihatan kecil
dan memudar. Buat menulis dengan kapur tulis sepertinya tidak terlihat jelas
lagi. Hanya, kondisi tersebut tak mematahkan semangat 11 para pejuang kecilnya
menimba ilmu. Mirip film laksar pelangi dari negeri bangka belitung.
Samasudi
bercerita, sekolah tersebut peninggalan zaman order baru, sejak tahun 1980. Pada
eranya sekolah ini pernah mencetak prestasi membanggakan. Selian prestasi
olahraga, seni budaya juga pernah anak-anak didiknya tahun 2001 meraih perint
ke delapan untuk ujian nasional (unas) tingkat kabupaten. “ waktu itu
murid-muridnya masih banyak. Dulu sampai 109 murid,”ujarnya.
Seiring
waktu, ternyata bangunan sekolah tidak tambah membaik. Bangunan sekoolah dengan
luasan tanah mencapai 920 meter, pelan-pelan ditinggalkan murid-murid. Dari yang
dulu 109 siswa, pelan-pelan menjadi 89 siswa. Karena makin lapuknya bangunan,
tinggal bertahan 11 siswa.
Bukannya
orang tua tidak mau menyekolahkan anak-anaknya ke madrasah ibtidaiyah, tetapi
memang bangunannya, pelan-pelan bukan mirip bangunan sekolah.” Di tempat kami,
justru yang tidak mau sekolah adalah anak-anak muridnya. Mereka bilang bangunan
sekolah jelek. Ya begitulah kondisinya,”tutur dia.
Samsudi
sendiri, bukannya tanpa usaha memperjuangkan agar sekolahnya bisa mendapat
bantuan. Beberap akali, ia pernah bertanda ke dinas pendidikan dan kementrian
agama RI di kabupaten sambas meminta bantu. Sayang peliknya urusan wakaf tahah,
membuat pemerintah urung membantu. Baru tuntas kepemilikan lahan tahun 2013
kemaren.
Sekolah
juga sudah tiga kali mengalami perpindahan lokasi. Sebab lahan-lahan tersebut
merupakan lahan kepemilikan pribadi. Tidak ada yang diwakafkan benar-benar
milik masyarakat untuk sekolah. Baru tiga sampai empat tahun lalu dengan luasan
hampir 1000 meter tuntas semua. Tetap saja belum ada bantuan.
Di media
sosial facebook samsudi juga gencar promosikan sekolahnya. Makanya beberapa
kali wakil rakyat pernah datang ke tempatnya. Salah satunya subhan nur (anggota
dprd kalbar). Subhan berjanji mengumpulkan dan dari kawan-kawan untuk
memperbaiki dan menambah bangunan sekolah di lahan kosong.”mudah-mudahan
terwujud,”pintanya.
Selain
memperjuangkan bangunan, samhudi juga pernah menambah tenaga pengajar honorer. Dulu
waktu jayanya, tenaga pengajar sampai beberapa orang itu karena ada dana tambahan seperti dari
BOS.
Sekarang
dengan kondisi 11 siswa, cukup tenaga pengajarnya satu saja.” Mau dibilang apa. Yang
penting tetap semangat saja. Kita harus berisikan yang terbaik bagi bangsa dan
negara,”ujarnya.
Samsudi
sendiri tercatat sebagai tenaga honorer dari tahun 1989. Sudah 27 tahun usianya
dihabiskan untuk mengajar Madrasah Ibtidaiyah. Dengan segala keterbatasan dan
status tidak jelas, tidak pernah menjadi persoalan bagi dirinya.” Mau diangkat
ya syukur. Mau tidak mau bagaimana lagi. Saya juga sudah berjuang untuk pribadi
saya. Tetapi Allah swt belum berhendak,” katanya bijak.
Anggota
DPRD kalbar subhan nur, menyatakan, bangunan sekolah tersebut lebih mirip
kandang ternak dibandingkan bangunan sekolah. Subhan nur belum lama ini berkunjung
langsung ke sekolah tersebut. Dia mengaku miris mengetahui kondisi sekolah itu.”
Tenaga guru hany asatu saja. Samsudi kepala sekolah, pengajar, juga tenaga
administrasi. Sudah honor sejak tahun 1989. Belum diangkat-angkat sampai
sekarang,” tutur subhan bercerita.
Di sisi
lain, kegiatan bertatap muka juga dilakukan siswa dan guru di atas tanaha. Murid-murid
yang bersekolah, ,juga kebanyak hanya memakai sanda jepit dan tanpa alas kaki,”
sudah biasa. Sekolah kampung namanya meskipun letaknya tidak jauh dari ibukota
kecematan,” katanya lagi.
Politisi
kalbar ini meminta di tengah gencarnya pemerintah membangun dunia pendidikan,
harusnya diimbangi membangun sekolah-sekolah pinggiran, pendalaman atau
perbatasan. “masih banyak sekolah-sekolah model begini. Pemerintah harus
terbuka matanya,”ungkapnya.
Ia sendiri
berjanji akan membantu pendanaan bangunan sekolah, baik dari kantong pribadi
maupun donatur lain. Sejumlah rekannya sudah menyatakan bersedia menyumbang,
melihat mirisnya bangunan sekolah.
sumber: Koran Pontianak Post 16/11/15